Cinta (tidak) Harus Memiliki
Sebenarnya tulisan ini saya tulis pada tahun 2011. Waktu itu saya masih kelas 10. Saya mengikuti sebuah organisasi di sekolah (bukan ekskul). Organisasi ini memiliki sie yang bertugas menerbitkan semacam buletin yang terbit setiap minggunya dan disebarkan ke seluruh sekolah. Nah, kebetulan saya mendapat bagian sebagai seorang anggota dari sie itu. Jadi, saya berkewajiban mengambil andil dalam proses pembuatan buletin itu, termasuk membuat artikel yang akan dimuat dalam buletin.
Tapi memang dasarnya saya tidak pandai menulis, jadi setiap saya membuat artikel, selalu di tolak mentah-mentah oleh teman saya. Termasuk artikel yang ini. Alasan waktu itu, karena artikel saya 'saru' atau semacam kurang pantas, karena membahas tentang pacaran. Tapi saya pikir saat itu bagi siswa SMA, pacaran sudah menjadi hal yang lumrah dan umum dilakukan. Kita tidak perlu memungkiri itu meskipun kita sedang berada di lingkungan sekolah. Toh, artikel saya tidak berisi ajakan untuk pacaran, menghabiskan waktu dengan pacaran, dan sebagainya yang mengarah pada hal negatif. Saya mengajak untuk merenungkan lagi manfaat pacaran bagi para pelajar, apakah negatif atau positif, serta pandangan Islam terhadap pacaran itu sendiri. Saya tidak tahu dimana letak ke-'tidak pantasan' artikel saya.
Untuk Pembaca yang bersedia membaca artikel ini, terimakasih banyak :) Anda sudah mengobati kejengkelan hati saya :p
Cinta (tidak) Harus Memiliki
Cinta
Hanya satu kata, tersusun dari 5 huruf yang
berbeda. Sangat sederhana. Sama sekali tidak sulit untuk dituliskan, pun
diucapkan. Cinta mempunyai arti yang sangat luas, bukan hanya cinta kepada
sesama manusia, tetapi cinta kepada Allah, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada
makhluk ciptaan-Nya selain manusia. Meskipun sangat sederhana, namun kata ini
menjadi tema jutaan kisah dalam kehidupan.
Tema dalam kisah bahagia, kisah sedih, kisah lucu yang menyegarkan, kisah
kegalauan remaja jaman sekarang, kisah sukses penuh semangat, dan kisah kisah
lainnya.
Kali ini saya ingin membahas tentang cinta antar manusia. Semua manusia pasti pernah
mengharapkan cinta kepada lawan jenis. Hal seperti ini tidak dilarang, ‘Jatuh
cinta tidak dosa kok ..’ Jatuh cinta hal yang fitrah.
Tapi yang mengganjal disini adalah seseorang
mencintai seorang manusia lainnya sebelum dinyatakan sah dan halal. Apakah
salah ? Suka terhadap seseorang sebelum menikah, sepertinya tidak ada masalah.
Jika hanya sebatas kagum, simpati, suka karena terdapat teladan yang baik dalam
diri seseorang. Tapi apakah harus mencintainya ? Mengharapkan seseorang
tersebut untuk menjadi pasangan hidup, itu juga bukan suatu kesalahan. Meskipun
diusia kita sekarang, belum layak untuk kita memilikirkan hal seperti itu, tapi
sangat wajar jika seseorang mengharapkan pasangannya kelak adalah orang baik, shalih/shalihah,
dan terdapat suri tauladan yang baik dalam dirinya.
Teringat akan sebuah
kalimat yang cukup populer, ‘Cinta tak harus memiliki.’ Sebagai seorang remaja
tentunya sudah sangat familiar dengan kalimat ini. Wajar wajar saja jika kita
menyukai seseorang dan mengaguminya. Tapi mencintainya, wajarkah ? Sedangkan
kita sendiri belum tentu mengerti apa sebenarnya cinta itu. Teringat ucapan
teman yang juga cukup populer tentang cinta ‘Cintai apa yang kamu miliki, bukan
miliki apa yang kamu cintai.’Sayang sekali jika kita mencintai seseorang yang
belum tentu akan menjadi pasangan hidup kita nantinya. Bagaimanapun juga,
jodoh, rezeki, dan kematian hanya Allah-lah yang tahu. ‘Jodoh itu tidak akan tertukar’
begitu celoteh seorang teman yang lain. Yakinlah bahwa seseorang yang berjodoh
dengan kita nantinya adalah yang memang ditakdirkan oleh Allah untuk kita dan
terbaik. Jadi tak perlu menyibukkan diri untuk mencari jodoh yang baik menurut
kita sendiri. Karena yang terbaik menurut kita, belum tentu akan menjadi yang
terbaik pula menurut Allah.
Lagipula, kita
sebagai seorang pelajar, alangkah lebih baiknya jika kita menggunakan waktu
kita untuk hal lain yang lebih bermanfaat. Belajar, mencari hal hal baru yang
bisa memberikan kita pengalaman yang baik, dan meningkatkan iman kita kepada
Allah. Mencari hal baru sebanyak mungkin untuk bekal kita dihari dewasa kita
nantinya. Sekali lagi kami tekankan disini, bahwa menyukai seseorang dan jatuh
cinta tidaklah salah. Hanya saja diusia seperti kita saat ini lebih baik kita
tidak perlu memikirkan hal semacam itu dulu. Jika sudah tepat waktunya,
bagaimanapun caranya Allah pasti akan mempertemukan kita dengan jodoh yang
menjadikan kita sebagai pasangan tulang rusuknya.
Kembali pada dua
kalimat yang cukup populer tadi. ‘Cinta tak harus memiliki’ dan ‘Cintai apa
yang kamu miliki, bukan miliki apa yang kamu cintai’. Dua kalimat ini terasa
bertolak belakang dari sudut pandang tertentu, Kalimat pertama menyiratkan
makna cintai apa saja, siapa saja. Tapi ingat, mencintainya bukan berarti harus
memilikinya. Sedangkan kalimat kedua, cukup lugas. Memberikan pandangan dan
pilihan yang sedikit berbeda. Ada perbedaan antara mencintai apa yang dimiliki
dan memiliki apa yang dicintai. Mencintai apa yang dimiliki, dalam kalimat ini
menyiratkan sebuah rasa syukur yang begitu besar atas yang telah Allah SWT
titipkan kepada kita. Sedangkan miliki apa yang dicintai, dalam kalimat ini
terdapat emosi keegoisan yang menegaskan sebuah keharusan. Jika mencintai
sesuatu, maka harus memilikinya.
Kalaupun jodoh kita nantinya tak sesuai
harapan, itu artinya Allah ingin kita bersabar. Dan ingatlah
“Allah
selalu bersama sama orang yang sabar. Disisi lain, Allah akan menambah
nikmatnya bagi yang selalu bersyukur”
Sungguh luar biasa
rasanya bisa mensyukuri dan mencintai apa yang kita miliki. Hidup dalam bingkai
cinta yang tulus berhiaskan kesyukuran dan kesabaran. Satu hal yang perlu
diingat, Cinta kepada manusia bukanlah yang abadi, jadikan cinta itu sebagai
media mengalirnya cinta menuju muara cinta yang paling agung dan abadi. Cinta
kepada Allah SWT. Hanya cinta kepada-Nya lah yang hakiki. Mencintai sesama
manusia merupakan sebuah perwujudan cinta kepada Rabb yang menguasai jiwa ini.
Sebesar apapun cinta itu, tetap tujuan akhirnya adalah cinta kepada Sang
penguasa cinta. Dia-lah yang memiliki cinta terluas, cinta tak terbatas. Dia-lah
yang berhak dicintai sepenuhnya. Karena setiap detail kehidupan kita, tidak
pernah lepas dari cinta-Nya.
Pacaran dalam
Pandangan Islam
Dalam kehidupan kita
sehari hari, tentu kita sudah tidak asing lagi dengan istilah pacaran.
Bagaimana hukum pacaran dalam agama Islam ? Pro Kontra mengenai pacaran sudah
terjadi dari jaman dahulu sampai sekarang. Pertanyaan-pertanyaan bermunculan,
Boleh tidak sih pacaran itu ? Bagaimana sih berpacaran secara Islami ?
Ada yang mengatakan
bahwa pacaran adalah jalan bareng orang yang kita sayangi, pendapat lain berdua-duaan
dengan orang yang dicintai. Apa sih tujuan pacaran sebenarnya? Untuk kalangan
dewasa pacaran bertujuan mencari kecocokan sebelum berlanjut kejenjang
pernikahan. Sedangkan dikalangan remaja, tujuan dan alasan pacaran lebih
beragam lagi. Ada yang pacaran hanya untuk sekedar bersenang –senang dan
suka-sukaan, ada yang karena ingin mempunyai teman curhat, dan parahnya ada
yang berpacaran hanya untuk melampiaskan nafsu sehingga terjadi kehamilan
diluar nikah. Naudzubillahimindzalik ..
Lalu, bagaimana
pandangan Islam mengenai pacaran ? Didalam Islam, tidak ada dalil naqli yang
menunjukkan bahwa pacaran itu dilarang, tapi juga tidak ada yang menunjukkan
bahwa pacaran itu dianjurkan. Para ulama juga berpendapat pro dan kontra.
Ada pendapat
memperbolehkan pacaran yang didasarkan pada hadist riwayat Ibnu Abbas Ra. Ia
berkata : “Nabi Muhammad SAW mengirim satu pasukan , lalu mereka memperoleh
rampasan perang yang diantaranya terdapat seorang tawanan laki-laki. Sewaktu
ditanya, ia menjawab :’Aku bukanlah golongan dari mereka (yang memusuhi
Rasullah). Aku hanya jatuh cinta pada seorang perempuan diantara mereka, lalu
aku mengikutinya. Maka biarlah aku memandang dia dan bertemu dengannya. Lalu
lakukan padaku apapun yang kalian inginkan.’ Setelah mempertemukan laki-laki
itu dengan perempuan itu, mereka (pasukan Rasulullah) membawa laki-laki itu dan
menebas lehernya. Kemudian datanglah perempuan itu, ia jatuh diatasnya. Menarik
nafas dua kali, lalu meninggal juga. Setelah mereka (pasukan Rasulullah)
bertemu Rsulullah SAW dan menceritakan hal itu, Rasulullah justru berkata
:’Tidak adakah diantara kalian orang yang penyayang?’”(HR. Tabrani dalam Majma’
Az-Zawaid, 6:209)
Sedangkan yang
melarang didasarkan pada dalil naqli yang tercantum dalam QS. Al-Isra : 32 “Dan
janganlah kamu mendekati perbuatan zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan
keji dan suatu jalan yang buruk.”
Kedua pendapat
tersebut memiliki dasar yang kuat,
tetapi kedua dalil tersebut tidak berkenaan langsung dengan pacaran. Dengan
demikian pacaran bukanlah hal yang dianjurkan ataupun diharamkan melainkan
perilaku yang dikategorikan sebagai hukum Mubah ni Syarth (Boleh namun
bersyarat). Yaitu pacaran dalam sebatas komunikasi, serta saling memberikan
motivasi-motivasi positif, saling mengingatkan dalam hal kebaikan, dan memiliki
komitmen menjauhkan diri dari perbuatan zina.
“Jika saat ini kita mau merelakan sesuatu yang
haram bagi kita, maka suatu hari nanti Allah akan memberikan sesuatu itu lagi
kepada kita dalam bentuk yang sudah halal.”
Semoga bermanfaat :)
Mohon kritik dan saran :)
Komentar
Posting Komentar